Hearing di DPRD Palopo, Yayasan Sebut Tanah Masjid Agung Hasil Curung-Curung Umat Islam. Haji Jamal: Pemkot Tak Sepeser Pun Pernah Beli Lewat APBD

PALOPO - Rapat Dengar Pendapat antara DPRD Kota Palopo dan Pengurus Yayasan Masjid Agung Luwu Palopo berlangsung cukup alot, meski begitu penuh dengan suasana kekeluargaan pada Rabu siang 22/06 kemarin. Dibuka oleh Harisal A. Latief selaku Ketua DPRD Palopo didampingi dua orang Wakil Ketua serta Ketua Komisi 1 dan 3, rapat juga dihadiri oleh anggota komisi 3 dengan menghadirkan unsur pimpinan Yayasan Pengurus Masjid Agung Luwu Palopo (MALP).

Dalam hearing atau rapat dengar pendapat kali ini, pihak DPRD Palopo mempertanyakan silang sengketa antara pihak pengurus yayasan dengan walikota Palopo yang ramai menjadi sorotan media termasuk di media sosial.
Pihak Yayasan sendiri diwakili oleh KH Syarifuddin Daud serta beberapa pengurus diantaranya H. Nawir Kaso, H. Jamal Dhara dan pengurus lain yang masuk dalam jajaran takmir Masjid Agung.

KH. Syarifuddin Daud menjelaskan dari A hingga Z soal riwayat Masjid Agung, kepemilikan tanah hingga dualisme pengurus masjid yang disebut pihak yayasan sebagai intervensi walikota. Yayasan, sebut Syarifuddin Daud tidak pernah berniat menjadikan Masjid Agung sebagai milik pribadi. Jikalau pun ada surat yang dibuat, disitu peran yayasan hanya mewakili, bukan sebagai pemilik langsung. “Yang punya adalah ummat muslim Palopo dan Luwu Raya, peran kami disini hanya sebagai pihak yang oleh undang-undang dinyatakan sah dan resmi untuk mengelola masjid ini,” dan selama ini ummat tidak ada yang protes. Yang ribut justru elit-elit pemkot dan dipolitisasi sedemikian rupa, kasihan ummat jika pengurusnya saja mau dipecah belah, dengan membuat SK Walikota pengurus tandingan yang kemudian beberapa nama dari pengurus itu, yang karena mereka mengerti hukum, lantas mengundurkan diri,” jelas Syarifuddin Daud secara panjang lebar.  Ketua MUI Kota Palopo ini juga menyayangkan statement bersifat fitnah yang dimuat di dua media harian lokal dengan judul Tanah Masjid Agung Disertifikatkan Secara Pribadi. “Summa naudzu billahi min dzalik, tak sebersit niat sedikit pun untuk melakukan hal seperti yang dituduhkan itu,” Faktanya, beber, Syarifuddin Daud, tanah wakaf eks Partai Golkar dengan luas persil 970 meter persegi, sudah disertifikatkan atas nama pengurus yayasan sebagai tanah wakaf. Tanah wakaf adalah tanah yang diberikan untuk dipakai berjuang di jalan Allah menegakkan syariah Islam. Ini bukan tanah pribadi. Mengapa harus yayasan? Karena secara sah menurut undang-undang badan otonom yang legal untuk mengurus Masjid Agung adalah yayasan ini. Lalu mengapa nama Walikota Judas Amir kemudian tidak masuk dalam pengurus yayasan? karena terbit aturan kemudian dalam UU Pemerintahan Daerah, bahwa bupati/walikota tidak boleh terlibat dalam suatu perusahaan atau yayasan apapun, dan hal ini sudah kami konsultasikan dengan Kepala Pengadilan Negeri Palopo waktu itu,” papar Syarifuddin Daud.

[ simak laporannya dalam live report DETEKSI versi mp3 disini ]



Yang menarik dari pertemuan ini, Ketua DPRD Palopo. Harisal A. Latief menawarkan win-win solution bagi kedua belah pihak. Pemkot, ujar Risal, menawarkan opsi mensertifikatkan semua tanah diatas Masjid Agung atas nama Pengurus Masjid. “jadi opsi walikota, semua tanah, tanah apapun dalam kompleks Masjid Agung Luwu Palopo disertifikatkan menjadi hanya satu sertifikat,” jelas Risal.

Dalam pertemuan di Rujab Saokotae 14 Juni lalu, ungkap Risal, Judas Amir selaku walikota menawarkan opsi yang diharapkan bisa diterima baik semua pihak. Butir kedua opsi itu, SK Pengurus Masjid versi Walikota akan dicabut dan dibatalkan asal pihak yayasan mau menerima opsi pertama tadi. “tetapi untuk pensertifikatan tanah, yayasan untuk sementara ditiadakan dulu,” tambah legislator Partai Golkar ini.

Kontan tawaran ini mendapat reaksi keras dari salah seorang pengurus masjid. Haji Jamal Dhara, SH yang juga selaku Ketua Bidang Hukum dan Advokasi Mesjid Agung menyampaikan  penolakannya. “Tanah Masjid Agung ini, jika kita mau kembali ke belakang melihat sejarah, tidak ada satu peser pun berasal dari dana APBD. Tiba-tiba ada yang mau datang sertifikatkan, kita harusnya malu, karena yang berhak bukan hanya kita di Palopo tapi saudara-saudara kita di 3 Kabupaten lainnya. Pemkot Palopo selama ini, tidak satu sen pun keluar uang untuk membeli tanah, semua hasil curung-curung ummat muslim, dari tahun 2003 sampai sekarang,” ujar Haji Jamal dengan nada tinggi.

Namun, pihak DPRD tetap kukuh dengan opsi walikota tersebut, bahkan disebutkan jika opsi ini ditolak, maka pihak walikota akan mengancam dengan menggugat secara hukum. “tentu harus kita hargai jika walikota juga punya hak untuk melakukan upaya hukum bilamana opsi ini tidak disepakati,” jelas Harisal.

Mendengar penjelasan itu, pihak yayasan nampak sedikit lega manakala pihak Pemkot Palopo seperti yang diutarakan Ketua DPRD yang menyadari kekeliruannya dengan segera mencabut SK Walikota tentang pembentukan pengurus masjid yang kontroversial tersebut. Hanya saja terkait sertifikat lahan masjid agung seluas 5 Ha masih akan dibahas oleh pihak yayasan secara internal, mengingat sifat kepemimpinan dalam yayasan tersebut adalah kolektif kolegial, dimana pihak ketua yayasan tidak serta merta dapat mengambil keputusan secara sepihak tanpa melalui musyawarah dengan pembina dan pengawas yayasan. “di forum tadi, secara eksplisit Pak Ketua Yayasan sudah bisa menerima opsi yang ditawarkan namun mekanisme kami di yayasan harus melalui forum rapat dan musyawarah pimpinan terlebih dulu,” tandas H. Jamal.(*)

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Cerdas, Bersahaja dan Relijius

Cerdas, Bersahaja dan Relijius