SULSEL - Perseteruan panjang yang terjadi di
kubu Partai Golkar telah berdampak pada Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) di Provinsi Sulawesi Selatan. Pasangan calon usungan
Golkar pun satu persatu berguguran.
“Kenyataan
selama ini adalah “hukuman” yang harus diterima Partai Golkar, buah dari perpecahan
di tingkat elite yang telah membawa korban bagi para kader dan usungannya di
pilkada,” ujar Adi Suryadi Culla, Pakar Politik dan Pemerintahan Universitas
Hasanuddin (Unhas) Kamis 10/12.
Sulsel
merupakan lumbung Partai Golkar namun dalam pilkada serentak 2015, usungan
partai berlambang beringin ini tumbang. Di Kabupaten Gowa, Partai Golkar
mengusung Syahrir Syarifuddin Dg Jarung yang terpuruk diantara empat paslon
lainnya, demikian juga di Tana Toraja Theofilus Allorerung, Toraja Utara
Frederik Batti Sorring, di Bulukumba Kahar Muslim dan di Barru Anwar Aksa,
semuanya kalah telak dalam perolehan suara. Hanya satu daerah yang berhasil
direbut usungan Golkar yaitu di Soppeng oleh Ketua DPD Partai Golkar HA Kaswadi
Razak yang mengantongi rekomendasi usungan dari dua kubu berseteru, Aburizal
Bakrie dan Agung Laksono.
Menurutnya, perseteruan elite menjadi
penyebab anjloknya kepercayaan publik atau konstituen terhadap calon yang diusung Golkar,
sikap publik secara psikologis atau hubungan emosional massa terhadap calon
sangat ditentukan oleh citra politik kelembagaan yang mengusung. Dalam kondisi
kepercayaan terpuruk sangat sulit bagi mesin politik Golkar bisa mengantarkan
keberhasilan calonnya.
Ada dua faktor yang menjadi penilai,
yaitu faktor yang bersumber dari kompetensi figur dan yang kedua berkaitan
dengan citra partai yang mengusung.
“Kondisi Golkar di pilkada saat ini
seperti menepis air didulang dan terpercik di wajah sendiri,” pungkasnya.
Adi
menambahkan, pengalaman buruk dalam pilkada ini harus menjadi warning bagi Golkar, inilah saatnya untuk
membangun kembali kekuatan menghadapi pertarungan demokrasi mendatang, baik di
legislatif maupun presiden.
Sementara itu bagi
pengamat politik Ishak Yswandi menilai carut marut di tubuh partai beringin membuat
masa depan partai ini semakin suram. Golkar suatu saat akan menjadi partai
gurem jika pengurusnya tidak segera rujuk dan bersatu kembali. “Sulsel dulu
dikenal sebagai basis Golkar meskipun reformasi 1998 terjadi dan Orde baru
tumbang. Tapi setelah dualisme ditubuh Golkar secara perlahan Golkar menuju
kematian,” tandasnya di sebuah kedai kopi di Kota Masamba, Rabu malam 09/12.
Mantan broadcaster ini menyayangkan
jika kubu Aburizal maupun Agung Laksono lebih memikirkan kepentingan pribadi
dan golongan ketimbang kepentingan yang jauh lebih besar. “sayang jika partai
yang diisi oleh orang-orang hebat ini kemudian sekarat dan tinggal nama besar
akibat ego elit di Jakarta,” kuncinya.
Editor
: Rahmat